Pandeglang, (21/10) Gedung Layanan Perpustakaan Aulia yang terletak di bekas RSUD Pandeglang sukses menggelar Workshop Pengembangan Literasi berbasis Inklusi Sosial yang mengangkat tema “Menggali Dunia Kopi dari Akar hingga Cangkir. Gedung yang terkesan tua itu dikunjungi beberapa TBM (Taman Baca Masyarakat) dan perpustakaan yang tersebar di Pandeglang. Workshop bertema kopi tersebut membangunkan para pecinta kopi dan menjadi tempat berbagi pengetahuan tentang potensi kopi khas Gunung Karang, Pandeglang.
Acara dibuka oleh MC dengan laporan dari Ketua pelaksana Kegiatan, Dra. Hj. Neneng Nuraeni, M.Pd., yang juga menjabat sebagai Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Daerah Kabupaten Pandeglang.
Dalam sambutannya, Neneng menyatakan, “Kegiatan ini dihadiri oleh beberapa TBM di Pandeglang. Semoga kedepannya, kegiatan serupa dapat mengundang seluruh TBM yang ada di Pandeglang.”
Workshop tersebut kemudian dibuka secara resmi oleh Sekretaris Daerah Provinsi Banten, Ali Fahmi Sumanta, SH., M.Si., yang juga memberikan sambutan.
Beliau menekankan pentingnya melestarikan potensi kekayaan alam, termasuk kopi dari Gunung Karang, yang memiliki nilai ekonomi tinggi. "Kita patut berbangga karena di Pandeglang, tepatnya di Gunung Karang, terdapat kopi yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan dan bisa berkontribusi pada aktivitas ekonomi lokal," ujar Fahmi dalam sambutannya.
Setelah pembukaan, sesi inti atau workshop kopi disampaikan oleh kang maman seorang pengelola kopi dari Gunung Karang, Ia membahas sebuah varietas kopi lokal yang dikenal dengan nama Leupeuh Lalay. Dalam sesi tersebut, pemaparan jenis-jenis dan pengolahan kopi turut disampaikan yang diperjelas dengan sejarah kopi Gunung Karang.
“Kopi-kopi ini kami namakan Leupeuh Lalay karena ditemukannya kopi ini bekas dari makanan kelelawar, dikumpulkannya satu-satu kopi ini dengan tekun oleh ibu-ibu yang berada disekitaran sana sehingga kopi dapat kita nikmati sekarang.” Ujarnya
Tidak hanya itu, Kang Maman menambahkan bagaimana keunikan kopi gunung karang dibandingkan kopi-kopi yang lain. Misalnya arabica yang membawa cita rasa asam, robusta dengan rasa pahitnya, dan Kopi Gunung Karang atau dengan jenis liberica memiliki cita rasa yang beragam seperti asam, pahit, dan manis.
Dimana dari ketiga jenis kopi ini memiliki perbedaan dari daun, dan bentuk biji kopi, sehingga cita rasa tersebut yang memberikan keunikan bagi pecinta kopi.
Antusiasme peserta terlihat pada saat sesi tanya jawab berlangsung. Beberapa peserta dengan cepat mengangkat tangan dan mengajukan pertanyaannya kepada pemateri. Mereka bukan hanya bertanya tentang reknik budidaya kopi, tetapi juga menanggapi penyampaian Kang Maman terkait keunikan kopi gunung karang yang menjadi identitas lokal seperti strategi pemasaran yang dilakukan selama ini agar dapat diakui kopi khas banten, khususnya Pandeglang.
“Hingga saat ini sedikit orang yang mengabadikan narasi tentang kopi gunung karang ini, padahal seharusnya kopi tersebut menjadi kebanggaan bagi Pandeglang dengan menuliskannya dan menjadikan tempat kopi di Gunung Karang tersebut menjadi wisata sejarah.” Ujarnya.
Masyarakat bukan saja diajak untuk mengetahui teknik penanaman, pengolahan dan pembuatan minuman kopi. Akan tetapi merenungi bagaimana keringat, jerit payah orang-orang terdahulu dibawah tekanan pemerintahan belanda dalam kebijakan cultuurstelsel tanaman kopi dan hingga saat ini kita masih menikmati cita rasa dan aroma secangkir kopi itu.
Acara ditutup dengan sesi praktik pembuatan kopi ala barista yang menjadi puncak berakhirnya workshop. Peserta diajak untuk melihat langsung cara menyeduh kopi dengan teknik yang tepat, dimana aroma dan rasa kopi benar-benar ditonjolkan.
Peserta diajak merasakan bagaimana perjalanan panjang biji kopi dari perkebunan hingga akhirnya tersaji dalam secangkir kopi nikmat. Dengan suksesnya acara ini, kopi Gunung Karang menjadi potensi untuk dijadikan aktivitas ekonomi bagi petani dalam menjawab pembangunan ekonomi berkelanjutan.
Tidak hanya itu, terjalin juga sinergi yang lebih kuat antara perpustakaan, masyarakat dan pelaku usaha kopi lokal. Kabupaten Pandeglang semakin memperkuat posisinya sebagai daerah yang tidak hanya kaya dengan sumber daya alam, tetapi juga literasi sosial yang inklusif.
*Eva_Relawan Cahaya Aksara