Sekitar tanggal 12 April 2022 saya mendapatkan undangan dari teman-teman
Rumah Dunia, untuk menjadi pembicara dalam kegiatan rutin yang dilaksanakan
ketika bulan Ramadan, Nyenyore. Dala kegiatan tersebut saya diduetkan dengan ibu
Risna Fatwa Kania, tema yang diusung dala diskusi tersebut adalah “membangun
kemandirian komunitas literasi di Banten†Akhirnya saya datang dengan
mengendari motor kesayangan saya, motor satu-satunya, Legenda 2, ini bagian
dari kemandirian, heheh. Maksudnya meski memakai motor itu berisiko mogok dan
kehujanan ya harus tetap datang, bisa mencari bantuan (Kolaborasi) atau
menggunakan kendaraan umum, dll, atau mencari teman yang punya motor lebih baik
atau mungkin mobil, tetapi menggunakan motor sendiri dengan risikonya adalah bagian
dari konsep kemandirian. Jangan sampai gagal berangkat karena harus menunggu
punya motor bagus dulu, atau menunggu tumpangan dari yang lain yang lebih
layak. Maksimalkan potensi kita miliki itu juga bisa kita gunakan dalam
membangun komunitas yang kita bangun.
Ketika pertma kali melihat judul itu saya sebenarnya merasa berat, mengapa
saya katakan berat karena TBM Cahaya Aksara yang kami bangun belumlah mandiri
dan mungkin tidak akan mandiri. Kok bisa yah.
Kemandirian dalam KBBI dikatakan – hal atau keadaan dapat berdiri sendiri
tanpa bergantung pada orang lain.
Memaknai kemandirian tersebut saya tentu harus membagi jenis-jenis
kemandirian. Apa yang dimaksud dengan kemandirian di komunitas literasi? Apakah
hanya tentang urusan keuangan? Atau jika negara mungkin merujuk kepada apa yang
dikatakan oleh Bung Karno, “Berdikari secara politik, ekonomi dan kebudayaanâ€.
Komunitas literasi biasanya digagas oleh orang-orang yang punya
kecenderungan untuk melakukan gerakan karena ada dorongan didalam dirinya yang
merasa dirinya tidak tahu apa-apa dan ketidak tahuannya itu tidak boleh
menjangkiti generasi dan lingkungan sekitarnya, maka dibuatlah komunitas
literasi. Sialnya lagi penggerak pada komunitas ini kadang belum berdeka dari
urusan finansial. Termasuk komunitas yang kami bangun “Cahaya Aksaraâ€.
Baiklah, kamandirian di komunitas literasi atau TBM mungkin dapat saya bagi
kedalam beberapa bagian, kemandirian finansial, kemandirian gagasan,
kemandirian pelaksanaan.
Kemandirian finansial sepertinya akan menjadi masalah utama dalam gerakan
ini, tetapi sebenarnya juga tidak terlalu berdampak pada kegiatan karena
menurut saya masalah finansial di komunitas literasi itu akan selesai dengan
kuatnya kemandirian gagasan dan kemandirian pelaksanaan.
Misal, biasanya komunitas literasi sibuk mencari buku untuk menjadi koleksi
atau menjadi bahan kegiatan? Jika buku menjadi bahan koleksi di komunitas maka
buku akan terasa sangat kurang, tapi jika satu buku didorong dengan kemerdekaan
(Kemandirian) gagasan maka satu buku akan menjadi setidaknya lima kegitan. Dan urusan
finansial dan pengadaan buku tidak terlalu penting, karena satu buku saja bisa
dieksplore menjadi berbagai kegiatan.
Okeh, masalah berikutnya misalnya urusan tempat, TBM atau komunitas ingin
punya fasilitas tempat, itu syah-syah saja dan harus diupayakan, tetapi bukan
berarti kerena tida punya tempat kita
tidak melakukan kegiatan. Kami memulai kegiatan di Cahaya Aksara dulu dengan
hanya memanfaatkan keteduhan yang diberikan pohon tangkil atau yang sering kami
sebut dengan tangkal tangkil. The power of tangkal tangkil. Mengajak anak-anak
membaca dalam naungan rimbun tangkal tangkil, anak-anak dapat mendengarkan
cerita, dapat menggambar di balik kertas bekas ujian, bernyanyi, mengkaji dan
bercakap-cakap. Hampir bertahun-tahun begitu. Tidak punya tempat bukan alasan,
bukankah hari ini kita melihat orang-orang yang rama-ramai membaca Al-Quran di
trotoar dan tempat terbuka?.
Urusan kegiatan, kalau ada kegiatan kan harus punya dana, betul, tapi bisa
tidak jika kita mengadakan kegiatan yang tanpa memakai dana, tentu bisa, dengan
kegiatan skala kecil tapi rutin, kegiatan rutin dan kecil itu sebenarnya
berdampak besar daripada hanya kegiatan besar dengan dana besar tetapi hanya
sekali dilaksanakannya, sebenarnya berdampak kecil.
Kemandirian gagasan, kemandirian pelaksanaan akan dapat mengalahkan masalah
finansial dalam komunitas literasi. Karena kemandirian gagasan adalah modal
utama, mati jika komunitas tidak memiliki gagasan.
Kemamdirian pelaksanaan, atau yang saya maksud adalah bagaimana orang-orang
yang terlibat untuk melaksanakan kegiatan adalah mereka yang rela, yang bukan
hanya rela mengorbankan waktunya tapi juga pikiran dan bahkan finansial. Jadi mulailah
kuatkan pelaksana yang melaksanakan kegiatan di komunitas dalam hal ini adalah
relawan. Karena kalau orang yang melaksanakan kegiatan di komunitas tidak punya
gagasan dan harus dibayar, maka yakin kegiatan tidak akan dapat dilaksanakan,
karena masalah utama yang bisa diselesaikan dengan dua komponen ini adalah
kemandirian finansial.
Jika dua komponen itu, kemandirian gagasan dan kemandirian pelaksanaan maka
urusan finansial di komunitas literasi, atau komunitas apapun bisa
dikesampingkan.
Kolaborasi. Kemandirian itu adalah kolaborasi, maksudnya begini, jika
komunitas literasi atau komunitas apapun itu mampu melaksanakan kegiatan yang
meskipun kecil tetapi rutin, maka kolaborasi bisa dibangun, ibaratnya orang
yang berada diluar komunitas itu yang mungkin kebetulan punya gagasan bagus
bisa bergabung dan lebih bagus juga jika ada orang yang tertarik dengan
kegiatan yang komunitas kita laksanakan adalah orang yang punya kelebihan
secara finansial.
Orang yang punya kelebihan finansial, baik lembaga atau perorangan tertarik
karena melihat kegiatan kecil yang kita lakukan, solidaritas anggota komunitas
yang kita bangun, dari itu kemudian baru kolaborasi bisa dibangun, kalau hanya
ide dan gagasan yang kita jual mungkin berhasil, tetapi mampu menyederhanakan
gagasan besar menjadi kecil dengan tetap pada tujuan gagasan utama itu juga
penting, preteli dulu gagasan besar itu lakukan hal kecilnya secara konsisten
sehingga akan ada orang atau lembaga yang mungkin mampu membantu masalah
finansial untuk mewujudkan gagasan besar itu tertarik bergabung. Ya syukur-syukur
jika ada yang tertarik dengan gagasan besar kita sebelum kita mempreteli
gagasan besar itu agar dapat dilaksanakan secara konsisten.
Kolaborasi harus dimuali dari kegiatan kecil yang minim budget tapi
konsisten dilaksanakan, maka akan banyak orang yang tertarik terlibat untuk
mewujudkan gagasan besar dari komunitas yang kita bangun itu.
Cahaya Aksara, gagasan besarnya ada pada visi yang dibangun “Pengembangan
SDM Unggul, dengan pendidikan berbasis vokasi dan literasi†belum dapat mewujudkan
gagasan itu secara penuh, tapi di preteli menjadi kegiatan-kegiatan kecil. Jadi
kegiatan yang kami laksanakan di Cahaya Aksara adalah pretelan aksi untuk mewujudkan
visi besar itu. Visi itu juga biasanya didampingi dengan misi, nah misi itu
adalah pretelan gagasan.
Kegiatan kecil yang kami laksanakan terus menerus akhirnya dapat membuat
orang atau lembaga untuk tertarik untuk ikut terlibat dalam membangun visi yang
digagas.
*Munawir Syahidi, CEO Cahaya Aksara, lembaga yang memiliki visi
pengembangan SDM Unggul dengan pendidikan berbasis vokasi dan literasi.